Kamis, 18 September 2014

Hubungan Antara Film, Sastra, dan Bahasa



Kajian film dalam studi sastra dan bahasa mempunyai hubungan satu sama lain. Dilihat dari definisinya, film merupakan  media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu. (Effendy, 1986: 134). Sastra sendiri berasal dari bahasa sansekerta, sas berarti mengarahkan, memberi petunjuk atau instruksi, sedangkan tra berarti alat atau sarana. Jadi, sastra adalah sarana untuk memberikan petunjuk, sedangkan bahasa yaitu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh sekelompok manusia untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kajian film dengan sastra dan bahasa mempunyai hubungan yaitu sama-sama menyampaikan suatu pesan atau memberikan petunjuk kepada sekelompok manusia untuk dapat bekerja sama dan berkomunikasi satu sama lain.
Film sebagai seni yang sangat kuat pengaruhnya dapat memperkaya pengalaman hidup seseorang dan bisa menutupi segi-segi kehidupan yang lebih dalam. Selain sebagai wahana untuk menghibur, film juga bermanfaat sebagai media pembelajaran. Film dapat dianggap sebagai pendidikan yang baik dan media visual yang memiliki nilai hiburan, artistik, dan komunikasi. Oemar Hamalik memberikan definisi, media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. (Oemar Hamalik, Metode Pendidikan, Bandung : PT. Citra Aditya, 1994 Hal.12). Menurut Briggs bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar seperti buku, film, kaset, film bingkai, dan lain sebagainya. (Arief S. Sadiman, et, Al., Media Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996, cetak ke 04 hal 6). Disinilah terlihat jelas bahwa buku dan film merupakan alat yang mempunyai kesamaan yaitu sebagai media pembelajaran yang baik bagi orang yang sedang belajar. Buku disini dapat berupa buku pelajaran ataupun buku karya sastra yang keduanya bermediumkan bahasa.
Film dibangun atas sistem tanda yang kompleks, seperti gambar, suara, kata-kata, musik, gedung pertunjukkan, lokasi, penonton, cara membuatnya, dan lain sebagainya. Di dalam sastra dan bahasa juga terdapat tanda. Tanda tersebut sering disebut dengan istilah semiotika. Semiotika menurut Ferdinand de Saussure didefinisikan sebagai sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat. (Sobur, 2004 : 12), sedangkan Charles Sanders Pierce membatasi semiotika sebagai “doktrin formal tentang tanda-tanda”. Dengan demikian dasarnya adalah konsep tentang tanda-tanda.
Pierce menggolongkan semiotika menjadi tiga tingkatan, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon merupakan hubungan tanda dan obyek karena serupa, proses ikon ini bisa dilihat misalnya foto. Indeks merupakan hubungan tanda dan obyek karena sebab akibat, proses indeks ini dapat diperkirakan seperti mendung berarti akan hujan, sedangkan simbol adalah hubungan antara tanda dan obyek karena adanya konvensi atau kesepakatan bersama, proses simbol disini harus dipelajari, contohnya burung merpati yang melambangkan kesetiaan atau tanda bulan sabit merah melambangkan palang merah.
Simbol dalam sastra yang terpenting adalah bahasa. Bahasa yang merupakan simbol dalam sastra tersebut dapat dianalisis melalui suku kata, kalimat, paragraf, dan wacana. Tidak jauh berebeda dengan film, simbol yang terdapat dalam film dapat berupa gambar gerak, bergerak, dialog, suara, lokasi, dan lain sebagainya dianalisis melalui bahasa baik kata, kalimat, paragraf, bahkan wacana. Hanya saja, yang membedakan antara sastra dan film ini terdapat pada penafsiran atau imajinasi pembaca atau penontonnya. Bahasa yang merupakan medium karya sastra memiliki sifat keterbukaan pada imajinasi pengarang, sehingga bahasa tersebut memungkinkan memberi ruang yang lebih luas bagi para pembaca untuk menafsirkan dan mengimajinasikan apa yang mereka baca. Berbeda dengan film, penafsiran atau imajinasi penontonnya dibatasi dengan adanya durasi waktu dalam menonton film. Terbatasnya waktu dapat memberikan pengaruh tersendiri dalam proses penerimaan dan pembayangan orang yang menontonnya.
Dewasa ini, banyak sekali karya sastra sebagai “dunia kata” yang diinterpretasikan dalam khayalan pembaca ditransformasikan menjadi media audio visual. Transformasi dari karya sastra ke bentuk film dikenal dengan istilah ekranisasi. Istilah ekranisasi ini berasal dari Bahasa Perancis, écran yang berarti layar. Ekranisasi (1991 : 60) adalah pelayarputihan atau pemindahan sebuah novel ke dalam film. Ekranisasi ini dimunculkan untuk memberikan berbagai perkembangan informasi dan pengetahuan edukatif yang terdapat dalam karya sastra terhadap masyarakat yang bukan pembaca karya sastra.
Di dalam ekranisasi, pengubahan wahana dari karya sastra ke wahana film, berpengaruh pula pada berubahnya hasil yang bermediumkan bahasa atau kata-kata ke dalam film yang bermediumkan gambar audiovisual. Jika di dalam novel ilustrasi dan penggambaran atau pelukisan dilakukan dengan menggunakan media bahasa atau kata-kata, dalam film semua itu diwujudkan melalui gambar-gambar  bergerak atau audiovisual yang menghadirkan suatu rangkaian peristiwa.
Hal demikian menjadikan film, sastra, dan bahasa mempunyai hubungan yang erat, dilihat dari tanda-tandanya yang tergambar dalam simbol-simbol film ataupun dalam karya sastra yang bermediumkan bahasa. Bentuk hubungan sastra dengan film, sebenarnya juga terjadi antara sastra dengan teater, atau teater dengan film. Hubungan ini sama-sama dapat disimbolkan melalui bahasa, meski demikian ada transformasi karya sastra terhadap bentuk film yang mengakibatkan perubahan. Walaupun demikian, perubahan tersebut dapat memberikan informasi baru dan pengetahuan edukatif yang terdapat dalam karya sastra terhadap masyarakat yang bukan pembaca karya sastra. Adapun perbedaan antara karya sastra dengan film diakibatkan pada penafsiran atau imajinasi pembaca atau penonton yang berbeda-beda sesuai imajinasi atau penafsiran mereka masing-masing.

Daftar Pustaka