Minggu, 27 April 2014

Info Honor Penulis Lepas



Sobat pasti sudah tahu, dan tentu sudah pernah membaca, cerpen maupun puisi yang terbit di majalah dan koran. Cerpen, puisi dan esai tersebut adalah kiriman dari para penulis lepas, penulis yang tidak terikat kontrak kerja dengan perusahaan. Meski penulis lepas, bukan berarti tulisan mereka tidak dihargai. Mereka mendapat gaji alias honor atas tulisannya.

Nah, menjadi penulis lepas untuk koran dan majalah barangkali bisa menjadi salah satu pilihan yang tepat bagi sobat. Selain dapat menguji karya kita, dan meningkatkan kualitas agar semakin baik, koran dan majalah juga dapat dijadikan ladang bagi penulis.

Informasi berkaitan dengan e-mail koran dan majalah yang memuat cerpen, puisi, dan esai akan di bagi menjadi dua sub bagian. Pertama, khusus untuk e-mail dan honor cerpen, puisi dan esai koran.  Selain alamat email dan honor, informasi yang kami berikan akan dilengkapi dengan nama rubrik, hari terbit, nama redaktur (jika tahu) dan kapan honor biasanya di kirim.

Koran Tempo
  • Email kirim puisi ke koran tempo minggu: ktminggu@tempo.co.id
  • Email kirim cerpen ke koran tempo minggu: ktminggu@tempo.co.id
  • Honor cerpen koran tempo sekitar Rp. 700.000,-
  • Honor puisi di koran tempo berkisar Rp. 600.000,- atau tergantung berapa puisi yang dimuat
  • Biasanya honor akan dikirim dua minggu pasca pemuatan
  • Redaktur Puisi dan Cerpen Koran Tempo Nirwan Dewanto
Kompas
  • Email kirim puisi ke kompas: opini@kompas.co.id, opini@kompas.com
  • Email kirim cerpen ke kompas: opini@kompas.co.id, opini@kompas.com
  • Email kirim esai ke kompas: opini@kompas.co.id, opini@kompas.com
  • Jumlah honor cerpen kompas Rp. 1.400.000,- (tidak dipotong pajak),
  • Honor puisi kompas Rp. 500.000,- (tidak dipotong pajak),
  • Biasanya honor dikirim dua atau tiga hari setelah pemuatan.
  • Nama rubrik Seni
  • Ada beberapa penjaga gawang alias redaktur kompas, salah satunya adalah Putu Fajar Arcana.
  • Menemus koran kompas memang tidak mudah, dan anda mungkin perlu membaca rahasia agar cerpen dan puisi kita bisa tembus di kompas.
Suara Merdeka
  • Kirimkan cerpen, puisi dan esai ke suara merdeka lewat email swarasastra@gmail.com
  • Honor cerpen suara merdeka sekitar 300 ribu. Sementara honor puisi sekitar 200 ribu dipotong pajak, begitu pula honor esai. 
  • Honor akan dikirim ke rekening atau kadang bisa juga via wesel pos. Jika tulisan kita dimuat, segeralah hubungi bagian keuangan.
  • Redaktur Saroni Asikin
 Jawa Pos
  • Email untuk kirim cerpen ke jawa pos : ari@jawapos.co.id . Ada juga yang memberikan email ariemetro@yahoo.com. Mungkin bisa dicoba kedua-duanya.
  • Email untuk kirim puisi dan esai, dan rubrik ruang putih dan di balik buku juga menggunakan email yang sama
  • Honor cerpen di jawapos sekitar 900 ribu sampai satu juta.
  • Sementara honor puisi sekitar Rp. 500.000,-
  • Jika dimuat, honor akan dikirim ke rekening kita 1 sampai 2 minggu pasca pemuatan
  • Redaktur Arief Santoso
Media Indonesia
  • Media indonesia kembali membuka rubrik cerpen. Untuk mengirim cerpen ke media Indonesia bisa lewat cerpenmi@mediaindonesia.com dan cerpenmi@yahoo.co.id
  • Aturan kirim cerpen: Naskah paling panjang 9.000 karakter.
  • Honor pemuatan cerpen Rp. 500.000 sampai dengan Rp 700.000 (dipotong pajak)  akan dikirim dua minggu setelah pemuatan.
  • Redaktur: Damhuri Muhammad
Suara Karya
  • Kirimkan esai, cerpen, dan puisi ke Suara Karya via email ami.herman@yahoo.com
  • Honor cerpen Rp. 250.000, sementara puisi 150 ribu, dan esai 150 ribu.
  • Untuk mencairkan honor bisa hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.
  • Redaktur Ami Herman
 Republika
  • Email cerpen republika adalah sekretariat@republika.co.id, jangan lupa CC ke aliredov@yahoo.com
  • Honor cerpen Rp. 400.000,- (potong pajak)
  • Kapan honor dikirim berbeda-beda. Jika honor lama tidak dikirim, segera kontak bagian keuangan via nomor telepon koran.
  • Suka dengan cerpen-cerpen islami, meski tidak selalu.
 Jurnal Nasional
  • Menerima kiriman puisi dan cerpen
  • Naskah cerpen dan puisi Jurnal nasional dikirim via emai tamba@jurnas.com dan witalestari@jurnas.com
  • Honor cerpen Jurnal Nasional sekitar Rp. 400.000,- (potong pajak), Puisi sekitar Rp. 200.000.
  • Honor dikirim kurang lebih 1 bulan, jika menghubungi bagian keuagan bisa cepat dikirim.
  • Rerdaktur Ari MP Tamba
 Pikiran Rakyat
  • Kirim puisi dan cerpen ke Pikiran Rakyat via email khazanah@pikiran-rakyat.com
  • Honor cerpen Rp. 300.000,- (potong pajak), honor puisi biasanya lebih sedikit dari honor cerpen.
  • Biasanya honor ditransfer 2-3 minggu setelah pemuatan, atau bisa juga diambil langsung ke kantor redaksi.
  • Rubrik yang memuat Cerpen dan Puisi Pikiran Rakyat terbit setiap hari Sabtu, kecuali bertepatan dengan hari libur besar nasional
 Tribun Jabar
  • Tribun jabatr adalah koran yang terbit di jawa barat. Menerima kiriman yang bisa dikirim ke cerpen@tribunjabar.co.id dan hermawan_aksan@yahoo.com
  • Untuk cerpen terbit setiap hari Sabtu.
  • Ada juga cerpen bahasa sunda yang terbit setiap kamis dan jumat.
  • Honor cerpen tribun jabar sekitar Rp. 200.000,- (tanpa potong pajak).
  • Honor ditransfer 3 hari atau 1 minggu setelah dimuat.
  • Redaktur Hermawan Aksan
 Kedaulatan Rakyat
  • Kedaulatan rakyat adalah koran lokal Jogjakarta dan jawa tengah. Tetapi bukan berarti penulis yang dimuat di sana adalah orang lokal. Siapapun bisa mengirim tulisan ke KR dan berpeluang di muat.
  • Cara mengirim puisi, cerpen, dan esai ke Kedaulatan Rakyat bisa via email jayadikastari@yahoo.com
  • Cerpen di KR relatif pendek di banding cerpen-cerpen di media lain, sekitar 5.000 karakter dengan spasi.
  • Honor cerpen Rp. 400.000,-
  • Honor Puisi Kedaulatan Rakyat Rp. 250.000
  • Redaktur Jayadi Kastari
 Joglo Semar
  • Joglo Semar juga koran Lokal di Jogakarta. Ada rubrik cerpen yang terbit setiap minggu.
  • Email untuk kirim cerpen ke Joglo Semar adalah harianjoglosemar@gmail.com
  • Honor pemuatan cerpen Rp. 100.000
 Minggu Pagi
  • Minggu pagi mungkin semacam tabloid, karena koran ini terbit seminggu sekali, yakni pada hari Jumat.
  • Minggu pagi menerima cerpen, puisi, dan esai.
  • Email untuk tulisan cerpen, puisi, dan esai Minggu Pagi adalah we_rock_we_rock@yahoo.co.id
  • Honor cerpen Rp. 150.000. Honor Puisi 100.000, esai sekitar 100 ribu sampai 150 ribu.
  • Redaktur Minggu Pagi Latief Noor Rochman
 Radar Surabaya
  • Email kirim cerpen ke Radar Surabaya adalah radarsurabaya@yahoo.com dan  diptareza@yahoo.co.id
  • Honor cerpen di Radar Surabaya Rp. 200.000,- (potong pajak) .
  • Biasanya honor sudah ditransfer seminggu setelah dimuat.
 Lampung Post
  • Email untuk cerpen dan puisi Lampung Post yaitu lampostminggu@yahoo.com
  • Honor cerpen Rp. 200.000, dan honor puisi juga sama.
  • Honor akan ditranfer via rekening bank seminggu pasca tulisan dimuat.
  • Bisa kontak emil_lampost@yahoo.com untuk pencairan honor
 Padang Ekspres
  • Email kirim cerpen dan puisi ke Padang Ekspress via yusrizal_kw@yahoo.com dan cerpen_puisi@yahoo.com
  • Honor cerpen padang ekspress berksar Rp. 100.000 sampai Rp. 125.000
  • Sementara honor puisi sekitar Rp. 75.000
  • Honor bisa diambil langsung atau bisa minta tolong teman di padang untuk mengambilkan di kantor sekretariat redaksi.
  • Redaktur padang eksres Yusrizal Kw
 Haluan (Padang)
  • Email untuk kirim cerpen ke koran Haluan yang terbit di Padang bisa via email nasrulazwar@yahoo.com
  • Honor pemuatan cerpen koran haluan Rp. 150.000,- sementara honor puisinya Rp. 100.000,-
 Singgalang (Padang)
  • Kirim cerpen ke koran Singgalang ke email hariansinggalang@yahoo.co.id dan a2rizal@yahoo.co.id
  • Honor cerpen harian Singgalang sekitar Rp. 50.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.
 Riau Pos
  • Koran Riau Pos menerima Cerpen dan esai
  • Kirim cerpen dan esai sobat ke budayaripos@gmail.com dan kabut.azis@gmail.com
  • Honor cerpen Riau Pos Rp. 150.000,-
  • Redaktur riau Pos Hary B Kori’un
Analisa (Medan)
  • Kirim cerpen ke Hadian Analisa Media via email rajabatak@yahoo.com
  • Honor cerpen di Analisa sekitar Rp. 100.000,-
  • Untuk mencairkannya bisa hubungi redaksi via email atau telepon, atau bisa juga diambil ke kantor redaksi.
 Sinar Harapan
  • Email kirim cerpen sinar Harapan adalah redaksi@sinarharapan.co.id, blackpoems@yahoo.com
  • Honor cerpen dan puisi di Sinar Harapan sekitar Rp. 100.000,-
 Berita Pagi
  • Kirim cerpen ke Berita Pagi via huberitapagi@yahoo.com
  • Honor cerpen Berita Pagi 100 ribu

Demikian tadi email dan honor cerpen, puisi dan esai di Koran. Untuk tata cara pengirimannya, sebagai berikut:
  1. Tulis cerpen, puisi atau esai anda
  2. Cantumkan Nomor rekening bagian bawah (masih dalam satu file)
  3. Kirimkan via email. Naskah dilampirkan, tidak dicopy paste di badan email.
  4. Berilah kata pengantar dan subyek. Misal [Cerpen] Judul Cerpen Anda.
  5. Tunggulah kabar atau rajinlah cek koran. Tidak semua koran mengonfirmasi pemuatan tulisan kita. Maka kita harus rajin mengcek koran atau bisa juga bergabung dengan group-group FB yang mengabarkan tulisan-tulisan yang dimuat di Koran.

Jumat, 25 April 2014

Analisis Norma Roman Ingarden Puisi Sajak Embun Karya Ahmadun Yosi Herfanda




PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang paling menarik tetapi pelik. Sebagai salah satu jenis sastra, puisi merupakan pernyataan sastra yang paling utama. Segala unsur seni sastra mengental dalam puisi. Menurut Sumardi puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Sebuah puisi merupakan ungkapan perasaan atau pikiran penyairnya dalam satu bentuk ciptaan yang utuh dan menyatu. Sampai sekarang, puisi selalu mengikat hati dan digemari oleh semua lapisan masyarakat karena keindahan dan keunikannya. Oleh karena kemajuan masyarakat dari masa ke masa selalu meningkat, maka corak, sifat, dan bentuk puisi pun selalu berubah, mengikuti perkembangan selera, konsep estetika yang selalu berubah dan kemajuan intelektual yang selalu meningkat.
Puisi dibedakan dengan prosa, bisa dikatakan bahwa yang membedakannya yaitu dalam pengucapannya, jika prosa itu pengucapannya dengan pikiran tetapi puisi itu pengucapannya dengan perasaan. Prosa adalah jenis sastra yang dibedakan dari puisi karena tidak terlalu terikat oleh irama, rima, ataupun kemerduan bunyi, sedangkan puisi adalah jenis sastra yang bentuknya dipilih dan ditata dengan cermat, sehingga mampu mempertajam kesadaran orang akan suatu pengalan dan membangkitkan tanggapan khusus lewat bunyi, irama, dan makna khusus lainnya.
Puisi merupakan karya sastra yang kompleks, maka untuk memahaminya diperlukan analisis agar dapat diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata. Untuk menganalisis puisi dengan tepat, perlu diketahui wujud sebenarnya dari puisi tersebut. Menurut Rene Wellek (1968:150), puisi adalah sebab yang memungkinkan timbulnya pengalaman. Oleh karena itu, puisi harus dimengerti sebagai struktur norma-norma. Norma itu harus dipahami sebagai norma implisit yang harus ditarik dari setiap pengalaman individu karya sastra. Karya sastra itu tidak hanya merupakan satu sistem norma, melainkan terdiri dari beberapa strata (lapis) norma. Rene Wellek mengemukakan analisis Roman Ingarden, seorang filsuf Polandia, di dalam bukunya Das Literarische kunstwerk (1931) ia menganalisis lapis norma sebagai berikut : lapis norma yang pertama yaitu lapis suara (Sound Stratum), lapis norma yang kedua yaitu lapis arti (Units of Meaning), lapis norma yang ketiga yaitu lapis pengarang, lapis norma keempat yaitu lapis dunia, dan lapis norma kelima yaitu lapis metafisis.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah dipaparkan penulis menarik rumusan masalah, yaitu :
1.      Bagaimana pengertian puisi menurut beberapa ahli?
2.      Bagaimana perbedaan prosa dan puisi?
3.      Bagaimana analisis lapis norma Roman Ingarden dalam Puisi Sajak Embun Karya Ahmadun Yosi Herfanda?

C.    Tujuan
1.      Menggambarkan pengertian puisi menurut beberapa ahli.
2.      Menggambarkan perbedaan prosa dan puisi.
3.      Menjelaskan hasil analisis lapis norma Roman Ingarden dalam Puisi Sajak Embun Karya Ahmadun Yosi Herfanda.


PEMBAHASAN

A.    Definis Puisi Menurut Para Ahli
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang berarti penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan kata  -poet dan –poem. Mengenai kata poet  sendiri, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Sebuah puisi merupakan ungkapan perasaan atau pikiran penyairnya dalam satu bentuk ciptaan yang utuh dan menyatu. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair Romantik Inggris yaitu sebagai berikut:
1.      Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturut-turut secara teratur).
2.      Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
3.      Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya ini merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam atau dikenang.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur. Dapat disimpulkan bahwa puisi merupakan pemikiran pernyataan perasaan manusia yang secara konkret dan imajinatif terekam dalam hidup.
Adapun definisi puisi menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1.      Sumardi, puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif).
2.      Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
3.      Putu Arya Tirtawirya menjabarkan bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit dan samar, dengan makna yang tersirat, dimana kata-katanya condong pada makna konotatif.
4.      Herbert Spencer, puisi merupakan bentuk pengucapan gagasan yang bersifat emosional dengan mempertimbangkan efek keindahan.
5.      Ralph Waldo Emerson menjabarkan bahwa puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.
6.      Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata terindah dalam susunan terindah.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa puisi merupakan karya sastra denagan bahasa yang dipadatkan dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disertai musik bahasa yang mempunyai makna yang tersirat, dimana kata-katanya condong pada makna konotatif yang mempunyai efek keindahan.

B.     Perbedaan Prosa dan Puisi
Kata prosa berasal dari bahasa latin. Prosa yang berarti “terus terang”. Dari definisi harfiah tersebut bisa dijelaskan bahwa prosa adalah suatu jenis tulisan yang menjelaskan atau mendeskripsikan suatu fakta ataupun ide seseorang secara gamblang dan jelas. Prosa sendiri merupakan sebuah karya sastra yang bebas penulisannya dan tidak terikat oleh kaidah-kaidah seperti dalam puisi, sehingga bisa disebut dengan karangan bebas. Prosa dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya.
Slametmulyana (1956) mengatakan bahwa ada perbedaan pokok antara prosa dan puisi. Pertama, kesatuan prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis, sedangkan kesatuan puisi adalah kesatuan akustis. Kedua, prosa kesatuannya disebut paragraf, sedangkan dalam puisi kesatuan-kesatuannya disebut baris sajak. Ketiga, di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir.
Puisi dan prosa sering dianggap sebagai sepasang “lawan kata” atau mungkin saja puisi dan prosa merupakan “kawan” sekaligus “lawan”. Hal ini desebabkan karena Prosa merupakan karangan bebas. Maksudnya, penulis prosa dapat secara bebas menuliskan apa yang ada di dalam pikirannya, tanpa harus terikat oleh aturan tertentu. Penulis tidak perlu menggunakan bentuk kata yang dibuat-buat agar terasa indah. Penulis tidak perlu bersusah payah mencari kata-kata atau huruf-huruf yang bunyinya sama di akhir kalimat. Tak perlu pula menghitung jumlah huruf, suku kata, dan kata yang dipergunakan untuk mengutarakan ide atau pesannya secara tertulis. Itulah kebebasan yang dimaksud dalam menulis prosa. Berbeda sekali dengan puisi yang bahasanya terikat oleh bunyi, irama, rima, serta penyusunan lirik dan bait sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat bunyi, irama, dan makna khusus tersebut. Didalam puisi, pikiran dan perasaan menyatu seolah-olah bersayap  terbang belanglang buana ke arah yang mereka suka membawa luapan emosi dan akhirnya,  membuahkan suatu karya dengan  keindahan gaya bahasa bagaikan bunyi dan lagu dengan tekanan suara (ritme) tertentu.
Menurut Tarigan puisi merupakan pengucapan dengan perasaan, berbeda dengan prosa yang diucapkan melalui pengucapan dengan pikiran. Jika dianalogikan dalam kehidupan sehari-hari, puisi itu ibaratkan orang yang menari, sedangkan prosa itu seperti orang yang berjalan biasa, atau bisa juga puisi itu diibaratkan orang yang bernyanyi sedangkan prosa itu diibaratkan orang berbicara biasa. Puisi tidak mengabdi kepada otak yang berpikir melainkan perasaan yang berbicara dan ini dapat menyentuh siapapun yang membaca atau mendengarkannya. Jelas sekali perbedaannya disini bahwa puisi lebih menarik dan indah dibandingkan dengan prosa.

C.    Analisis Strata Norma Roman Ingarden dalam Puisi Sajak Embun Karya Ahmadun Yosi Herfanda

SAJAK EMBUN
Karya Ahmadun Yosi Herfanda

hanya karena cinta embun menetes
dari ujung bulu matamu, membasahi
rumput dan daun-daun, lalu meresap
ke jantungku. cacing-cacing pun berzikir
padamu, mensyukuri kodratnya tiap waktu

siapa yang menolak bersujud padamu
yang tak bersyukur karena karuniamu?
barangkali hanya orang-orang congkak itu
orang-orang yang berjalan dengan kepala
mendongak ke langit sambil melirik
dengan cibiran harimau

hanya karena cinta hujan menetes
dari sudut pelupuk matamu, membasahi rambutku
menyusup ke pori-pori tubuh, syaraf dan nadi
menghijaukan kembali taman hatiku
burung-burungpun bernyanyi karenaku
berzikir dan bersujud padamu
– ya allah, ampuni adaku padamu!

Yogyakarta, 1990/2007.

Puisi Sajak Embun sebagaimana puisi pada umumnya, yaitu terdiri dari beberapa lapis (strata) norma. Masing-masing norma menimbulkan lapis norma di bawahnya. Rene Wellek mengemukakan analisis Roman Ingarden, seorang Filsuf Polandia, di dalam bukunya Das Literarische Kuntswerk  (Rachmat Djoko Pradopo, 2002:14) menyebutkan lima lapisan norma, antara lain lapisan norma pertama yaitu lapis suara (Sound stratum), lapisan norma kedua yaitu lapis arti (units of meaning), lapisan norma ketiga yaitu lapisan pengarang, lapisan norma keempat yaitu lapis dunia, dan lapisan norma kelima yaitu lapis metafisis.

1.      Lapis Suara (Sound Stratum)
Bila orang membaca puisi (karya sastra), yang terdengar adalah rangkaian bunyi yang dibatasi oleh jeda pendek, agak panjang, dan panjang. Akan tetapi, suara itu bukan hanya bunyi tanpa arti, tetapi berdasarkan konvensi bahasa tertentu. Lapis bunyi tersebut bisa berupa satuan-satuan suara: suara suku kata, kata, dan barangkali merupakan seluruh bunyi (suara) sajak itu: suara frase dan suara kalimat. Dalam puisi, pembicaraan lapis bunyi haruslah ditujukan pada bunyi-bunyi atau pola bunyi yang bersifat “istimewa” atau khusus, yaitu yang dipergunakan untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni. Mengingat bunyi dalam sajak bersifat estetik yang berfungsi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Dengan kata lain, bunyi juga memiliki fungsi sebagai alat penyair untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, menimbulkan bayangan angan yang jelas, dan lain sebagainya.
Lapis suara ini terdiri dari asonansi dan aliterasi. Asonansi merupakan pengulangan bunyi vokal yang sama pada kata atau perkataan yang berurutan dalam baris-baris puisi. Pengulangan ini menimbulkan kesan kehalusan, kelembutan, kemerduan, atau keindahan bunyi, sedangkan aliterasi adalah pengulangan bunyi konsonan yang sama dalam baris-baris puisi, biasanya pada awal kata atau perkataan yang berurutan. Pengulangan seperti itu menimbulkan kesan keindahan bunyi.
Dalam bait pertama puisi di atas terdapat asonansi bunyi a, e, dan u pada kata “hanya”, “karena”, “cinta”, “menetes”, “meresap”, “ujung”, “bulu”, “matamu”, “rumput”, “daun-daun”, “jantungku”, “padamu”, “mensyukuri”, dan “waktu”. Terdapat pula aliterasi m pada kata “embun”, “menetes”, “matamu”, “membasahi”, “rumput”, “meresap”, “padamu”, dan “mensyukuri”. Dalam bait kedua terdapat asonansi bunyi a, u, o, dan i pada kata “siapa”, “menolak”, “barangkali”, “hanya”, “berjalan”, “kepala”, “bersujud”, “padamu”, “bersyukur”, “karuniamu”, “orang-orang”, “congkak”, “mendongak”, “langit-langit”, “sambil”, “melirik”, dan “cibiran”. Terdapat pula aliterasi b dan k pada kata “bersujud”, “bersyukur”, “barangkali”, “berjalan”, “sambil”, “cibiran”, “menolak”, “karuniamu”, “congkak”, “kepala”, “mendongak”, dan “melirik”. Dalam bait ketiga terdapat asonansi bunyi a, i, dan u pada kata “hanya”, “karena”, “cinta”, “hujan”, “syaraf”, “menghijaukan”, “taman”, “membasahi”, “pori-pori”, “nadi”, “kembali”, “bernyanyi”, “berzikir”, “ampuni”, “sudut”, “pelupuk”, “matamu”, “rambutku”, “menyusup”, “tubuh”, “hatiku”, “burung-burungpun”, “karenaku”, “bersujud”, “padamu”, “ya allah”, “adaku”, dan “padamu”. Terdapat pula aliterasi n, b, dan m pada kata “karena”, “cinta”, “hujan”, “menetes”, “nadi”, “taman”, “tubuh”, “burung-burungpun”, “bernyanyi”, “berzikir”, “bersujud”, “matamu”, “membasahi”, “menyusup”, “menghijaukan”, dan “ampuni”.
2.      Lapis Arti (Units of Meaning)
Setiap diksi dalam puisi telah melalui pemilihan kata yang demikian ketat oleh penyair. Hal itu sangat mungkin disebabkan oleh pemadatan yang menjadi salah satu ciri puisi. Pemilihan diksi tersebut akhirnya mengakibatkan impres tertentu pada pembacanya. Lapis arti (units of meaning) ialah arti yang terdapat dalam tiap satuan sajak. Mulai dari fonem, kata, kalimat, dan seterusnya (Rachmat Djoko Pradopo, 2002:17). Lapis arti terbagi dalam kosa kata, citraan, dan sarana retorika. Dengan menggunakan lapis ini, arti dalam tiap diksi bisa semakin dekat dengan keobjektifan, tentu dengan dihubungkan dengan lapis-lapis lainnya.
Pada bait pertama diartikan bahwa cinta yang Allah berikan itu seperti embun yang setiap paginya selalu menetes dan membangunkanku untuk berdzikir kepadaMu dan selalu mensyukuri apapun yang kita punya atau yang kita miliki setiap saat. Pada bait kedua diartikan bahwa tidak ada satu makhluk pun yang tidak bersujud dan bersyukur kepadaMu kecuali orang yang sombong dengan membanggakan dirinya dan membesar-besarkan omongannya. Pada bait ketiga diartikan bahwa cinta yang diberikan Allah seperti hujan yang menyejukanku, membuatku merasa damai, dan alam beserta burung-burungpun senang ketika melihatku berdzikir kepadaMu. Ya Allah, aku memohon ampun kepadaMu.
3.      Lapis Ketiga (Pengarang)
Wujud dari lapis ketiga ini ialah objek-objek yang dikemukakan di dalam sajak, latar, pelaku, dan dunia pengarang. Dunia pengarang adalah ceritanya, yang merupakan dunia yang diciptakan oleh si pengarang. Ini merupakan gabungan dan jalinan antara objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, serta struktur ceritanya (alur). (Rachmat Djoko Pradopo, 2002:18).
Lapis ketiga ini membahas tentang pengaruh pengarang dan lingkungannya terhadap karya sastra yang dilahirkannya. Ahmadun Yosi Herfanda ini banyak menulis sajak-sajak sosial-religius. Puisi “Sajak Embun” ini salah satunya, dibuktikan pada kata-kata yang dituliskan oleh pengarang tentang cinta yang diberikan Allah kepada umatnya dan kehidupan orang-orang congkak yang tidak bersyukur kepadaNya. Hal ini mengusik pengarang untuk menuangkannya dalam sebuah karya sastra. Hasil karya yang dihasilkan dipengaruhi oleh keadaan yang sering terjadi pada masyarakat dari jaman dulu sampai jaman sekarang. Jadi, pengarang dan lingkungannya mempunyai hubungan yang sangat erat, hubungan tersebut dapat dilihat pada lapis arti.
4.      Lapis Keempat (Dunia)
Lapis pembentuk makna dalam sajak ialah lapis ‘dunia’ yang tak dinyatakan, namun sudah ‘implisit’ (Rachmat Djoko Pradopo, 2002:18). Lapis dunia menunjukkan perbedaan makna dari peristiwa-peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.
Dipandang dari sudut pandang tertentu dimana embun dan hujan adalah bukti cinta Allah kepada kita seperti dalam bait pertama puisi digambarkan bahwa embun digambarkan sebagai cintaNya itu meresap sampai ke jantung dan membuat kita bersyukur atas cinta yang diberikanNya. Pada bait kedua menggambarkan makhluk yang sombong dengan menolak untuk bersyukur, dan pada bait ketiga digambarkan lagi cinta Allah dengan menunjukkan hujan yang bisa menyejukkan hati.
5.      Lapis Kelima (Metafisis)
Terakhir dari lapisan pembentuk makna dalam puisi ialah lapis kelima. Lapisan ini disebut juga lapis metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi (Rachmat Djoko Pradopo, 2002:19). Dalam ilmu filsafat, metafisis adalah abstraksi yang menangkap unsur-unsur hakiki dengan menyampingkan unsur-unsur lain. Sementara dalam karya sastra, metafisis merupakan lapis terakhir dalam strata norma yang dapat memberikan kontemplasi di dalam karya sastra yang dikaji.
Puisi Sajak Embun membahas tentang rasa cinta Allah yang diberikan kepada umatNya lewat embun dan hujan yang bisa membangunkan, menyejukkan, dan mendamaikan hati para makhlukNya untuk ingat kepadaNya dengan cara berdzikir dan bersyukur setiap saat kepadaNya, makhluk-makhlukNya yang tidak bersyukur termasuk makhluk yang sombong. Penggambaran rasa cinta itu dikemas dalam sebuah karya sastra yang mengandung makna dan penyampaian dengan ketepatan diksi yang digunakan oleh pengarang. Oleh sebab itu, penulis mengajak para pembaca untuk selalu bersyukur terhadap apa yang telah Allah berikan kepada kita, tidak lupa berdzikir dalam keadaan apapun, dan tidak menjadi orang yang sombong.


PENUTUP

Kesimpulan
Sebuah puisi merupakan ungkapan perasaan atau pikiran penyairnya dalam satu bentuk ciptaan yang utuh dan menyatu. Puisi merupakan karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disertai musik bahasa yang mempunyai makna yang tersirat, dimana kata-katanya condong pada makna konotatif yang mempunyai efek keindahan.
Prosa dan puisi itu berbeda, jika dianalogikan dalam kehidupan sehari-hari, puisi itu ibaratkan orang yang menari, sedangkan prosa itu seperti orang yang berjalan biasa, atau bisa juga puisi itu diibaratkan orang yang bernyanyi sedangkan prosa itu diibaratkan orang berbicara biasa. Puisi tidak mengabdi kepada otak yang berpikir melainkan perasaan yang berbicara dan ini dapat menyentuh siapapun yang membaca atau mendengarkannya. Jelas sekali perbedaannya disini bahwa puisi lebih menarik dan indah dibandingkan dengan prosa.
Rene Wellek mengemukakan analisis Roman Ingarden, seorang Filsuf Polandia, di dalam bukunya Das Literarische Kuntswerk  (Rachmat Djoko Pradopo, 2002:14) menyebutkan lima lapisan norma, antara lain lapisan norma pertama yaitu lapis suara (Sound stratum), lapisan norma kedua yaitu lapis arti (units of meaning), lapisan norma ketiga yaitu lapisan pengarang, lapisan norma keempat yaitu lapis dunia, dan lapisan norma kelima yaitu lapis metafisis.


DAFTAR PUSTAKA

Pradopo, Rachmat Djoko. 2012. Pengkajian Puisi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press